
Pendahuluan
HONDA138 : Industri film horor Indonesia semakin berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Setelah sukses dengan deretan film seperti Pengabdi Setan, KKN di Desa Penari, hingga Sewu Dino, kini hadir sebuah karya baru berjudul Do You See What I See (2024). Film ini disutradarai oleh Awi Suryadi, seorang sineas yang sudah terbukti piawai dalam menggarap film horor. Yang membuat film ini unik adalah sumber inspirasinya: bukan dari novel atau legenda rakyat, melainkan dari sebuah podcast horor populer karya Mizter Popo.
Sebagai adaptasi dari episode ke-64 podcast Do You See What I See berjudul “First Love”, film ini menghadirkan horor psikologis yang dikombinasikan dengan kisah persahabatan, cinta, dan tragedi. Perpaduan inilah yang membuat film ini lebih dari sekadar tontonan menyeramkan, tetapi juga refleksi tentang kesepian, kerinduan, dan konsekuensi dari pilihan hidup.
Sinopsis
Film ini berpusat pada tokoh Mawar (diperankan oleh Diandra Agatha), seorang mahasiswi yang hidupnya berubah drastis setelah kehilangan kedua orang tuanya. Dalam kesendirian, Mawar sangat bergantung pada sahabatnya, Vey (Shenina Cinnamon), serta beberapa teman lain yang tinggal serumah dengannya di kosan.
Kesepian membuat Mawar berharap bisa segera memiliki pasangan. Doanya seolah terkabul ketika ia bertemu seorang pria tampan bernama Restu (Yesaya Abraham). Mawar pun jatuh hati, dan hubungannya dengan Restu membawa kebahagiaan baru dalam hidupnya. Namun, kebahagiaan itu hanya berlangsung singkat.
Seiring waktu, perilaku Mawar berubah aneh. Ia sering melamun, berperilaku tidak biasa, dan kosan mereka mulai diteror oleh kejadian supranatural yang sulit dijelaskan. Vey yang merasa khawatir mulai menyelidiki siapa sebenarnya Restu. Misteri pun terungkap: Restu ternyata bukan manusia biasa, melainkan sosok yang berkaitan dengan dunia gaib. Kisah cinta Mawar berubah menjadi tragedi, diwarnai pengungkapan rahasia keluarga dan kutukan yang menghantui.
Para Pemain
Film Do You See What I See dibintangi oleh sejumlah aktor dan aktris muda berbakat:
- Diandra Agatha sebagai Mawar
- Shenina Cinnamon sebagai Vey
- Yesaya Abraham sebagai Restu
- Sonia Alyssa
- Sarah Felicia
- Aurelie Moeremans (pemain pendukung)
Kehadiran para aktor muda dengan kualitas akting yang mumpuni membuat film ini terasa segar. Chemistry antara Mawar dan Vey, serta interaksi dengan Restu, menjadi kekuatan utama dalam menghidupkan emosi penonton.
Tema dan Pesan
Film ini bukan sekadar menakuti penonton dengan jump scare. Ada beberapa tema besar yang diangkat:
- Kesepian dan kerentanan manusia
Kehilangan orang tua membuat Mawar rapuh dan mudah dipengaruhi. Hal ini menjadi pintu masuk bagi kekuatan gaib untuk hadir dalam hidupnya. - Persahabatan
Vey sebagai sahabat sejati berperan penting dalam cerita. Ia menunjukkan bagaimana sahabat bisa menjadi penopang ketika seseorang terjerat masalah besar. - Cinta pertama yang berbahaya
Judul episode podcast yang diadaptasi, First Love, memberi gambaran bahwa cinta pertama tidak selalu manis. Kadang cinta bisa membawa malapetaka, terutama bila diiringi dengan kekuatan yang tak kasat mata. - Tradisi dan dunia gaib
Unsur mistis dalam film ini dikaitkan dengan ritual kuno dan roh yang menghuni benda-benda tertentu, memperkuat nuansa horor khas Indonesia.
Gaya Penyutradaraan dan Atmosfer
Awi Suryadi dikenal sebagai sutradara dengan sentuhan horor yang kuat. Dalam film ini, ia memanfaatkan suasana kosan tua yang redup, lorong sempit, dan cahaya minim untuk membangun ketegangan. Penonton dibuat merasa terjebak dalam ruang yang sama dengan karakter-karakter di layar.
Selain itu, tata suara (sound design) juga berperan penting. Bisikan samar, langkah kaki yang tidak terlihat, serta suara pintu berderit berhasil membuat bulu kuduk berdiri. Atmosfer inilah yang membuat film terasa menyeramkan meski tanpa harus menampilkan hantu secara eksplisit di setiap adegan.
Keunggulan Film
- Adaptasi yang segar
Mengangkat cerita dari podcast adalah langkah kreatif yang jarang dilakukan di Indonesia. Hal ini membuat film memiliki basis penggemar sejak awal. - Pembangunan karakter yang emosional
Penonton diajak merasakan kesedihan dan kerentanan Mawar. Dengan begitu, ketika teror terjadi, penonton sudah memiliki ikatan emosional dengan karakter. - Visual dan sinematografi
Beberapa adegan diambil dengan sudut kamera yang unik, membuat suasana semakin mencekam. - Aksi persahabatan
Tidak hanya fokus pada Mawar, film ini juga menonjolkan dinamika kelompok sahabat yang saling mendukung, sehingga terasa lebih hidup.
Kekurangan Film
Meski cukup menghibur, film ini tidak lepas dari kekurangan:
- Pacing yang lambat di awal. Beberapa penonton mungkin merasa bosan sebelum konflik besar dimulai.
- Twist yang bisa ditebak bagi penggemar horor. Mereka yang sudah terbiasa dengan formula horor lokal mungkin tidak terlalu terkejut dengan akhir cerita.
- Lore gaib yang minim penjelasan. Asal usul Restu dan kutukan yang menyertainya tidak digali terlalu dalam, sehingga menyisakan tanda tanya.
Penerimaan Penonton
Sejak dirilis, Do You See What I See mendapat beragam tanggapan. Banyak yang memuji keberanian mengadaptasi podcast, serta akting para pemain yang natural. Namun, ada juga yang mengkritik kurangnya kedalaman cerita gaib.
Di IMDb, film ini meraih rating menengah sekitar 5.4/10, menandakan bahwa film ini cukup menghibur meski belum dianggap luar biasa. Namun kehadirannya di platform streaming seperti Netflix membantu menjangkau penonton yang lebih luas, termasuk pasar internasional.
Analisis Kritis
Film ini menonjol bukan hanya karena aspek horornya, tetapi juga emosi yang ditampilkan. Kisah Mawar dan Restu adalah gambaran bagaimana cinta bisa menjadi pintu masuk bagi kekuatan gelap. Sementara itu, Vey menjadi simbol harapan dan rasionalitas dalam menghadapi situasi supranatural.
Jika dibandingkan dengan film horor Indonesia lain, Do You See What I See lebih menekankan pada drama psikologis daripada parade hantu. Inilah yang membuatnya berbeda, meski mungkin bagi sebagian penonton terasa kurang “menakutkan”.
Kesimpulan
Do You See What I See (2024) adalah film horor Indonesia yang menggabungkan kisah cinta, persahabatan, dan kekuatan supranatural dalam satu narasi. Meski bukan film horor paling seram, ia tetap menawarkan pengalaman yang mencekam sekaligus menyentuh hati.
Bagi penonton yang mencari horor dengan sentuhan emosional, film ini bisa menjadi pilihan menarik. Namun bagi mereka yang hanya ingin jump scare nonstop, mungkin akan merasa kurang puas.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, film ini membuktikan bahwa horor Indonesia terus bereksperimen dengan sumber cerita dan pendekatan baru. Adaptasi dari podcast horor menjadi langkah segar yang mungkin akan membuka jalan bagi karya serupa di masa depan.