Impetigore (Perempuan Tanah Jahanam, 2019): Horor Folklor yang Mendunia

Pendahuluan

Film horor Indonesia telah berkembang pesat sejak awal 2000-an. Dari Jelangkung (2001) yang membangkitkan kembali perfilman nasional, hingga Keramat (2009) yang bereksperimen dengan gaya mockumentary. Tahun 2019, giliran Impetigore (Perempuan Tanah Jahanam) karya Joko Anwar hadir dan membawa horor Indonesia ke tingkat internasional HONDA138.

Film ini bukan hanya sukses di dalam negeri, tetapi juga diputar di berbagai festival film bergengsi dunia, termasuk Sundance Film Festival 2020. Dengan mengangkat kearifan lokal, mitos desa angker, serta cerita keluarga penuh dendam, Impetigore berhasil menghadirkan horor yang mengakar kuat pada budaya Indonesia namun universal dalam temanya.


Latar Belakang Produksi

Impetigore adalah film kelima dari sutradara Joko Anwar, yang dikenal dengan gaya visualnya yang gelap dan narasi kompleks. Sebelumnya, ia sukses menggarap Pengabdi Setan (2017) yang meraih lebih dari 4 juta penonton. Dengan Impetigore, Joko Anwar ingin mengeksplorasi horor melalui tradisi, mitos, dan trauma keluarga.

Film ini diproduksi oleh BASE Entertainment, bekerja sama dengan Ivanhoe Pictures (rumah produksi yang juga terlibat dalam film Crazy Rich Asians). Kolaborasi ini memungkinkan film Indonesia tampil lebih luas di pasar internasional.

Judul internasionalnya, Impetigore, berasal dari gabungan kata impetigo (penyakit kulit menular) dan gore (kekerasan berdarah). Nama ini menggambarkan atmosfer mengerikan dari kutukan yang menimpa sebuah desa.


Sinopsis Singkat

Kisah berawal dari Maya (Tara Basro), seorang perempuan muda yang hidup sederhana di kota bersama sahabatnya Dini (Marissa Anita). Suatu hari, Maya mendapat petunjuk bahwa dirinya mungkin memiliki warisan berupa tanah dan rumah di sebuah desa terpencil.

Bersama Dini, ia pun melakukan perjalanan ke desa tersebut. Namun, sesampainya di sana, mereka justru menemukan bahwa desa itu penuh misteri dan dihantui kutukan mengerikan: hampir semua bayi yang lahir di desa terlahir tanpa kulit.

Rasa penasaran membawa Maya semakin dalam pada rahasia keluarga yang kelam. Ia menemukan bahwa dirinya memiliki hubungan langsung dengan kutukan desa, dan masa lalunya menyimpan tragedi yang tidak pernah ia bayangkan.


Unsur Horor dan Kekuatan Cerita

Impetigore menonjol karena menggabungkan berbagai elemen horor, mulai dari atmosfer mencekam hingga isu sosial dan tradisi. Beberapa kekuatan yang membuatnya berbeda:

  1. Folklor Lokal
    Joko Anwar menggali mitos desa, kepercayaan tradisional, serta peran dukun dan ritual dalam masyarakat pedesaan. Elemen ini membuat cerita terasa otentik sekaligus mengerikan.
  2. Atmosfer Desa Terpencil
    Setting desa dengan rumah kayu tua, hutan gelap, dan penduduk yang misterius berhasil menciptakan rasa terasing dan terjebak. Penonton seolah ikut masuk ke dunia asing yang penuh ancaman.
  3. Simbolisme Keluarga dan Dendam
    Kutukan yang melanda desa berakar pada konflik keluarga, keserakahan, dan pengkhianatan. Tema ini universal, sehingga dapat dimengerti oleh penonton internasional.
  4. Kekerasan dan Visual Brutal
    Impetigore tidak segan menampilkan adegan berdarah, pemenggalan, hingga kulit manusia yang dikuliti. Semua disajikan bukan sekadar untuk mengejutkan, tetapi mendukung cerita tentang kutukan mengerikan.
  5. Akting yang Kuat
    Tara Basro tampil luar biasa sebagai Maya, memadukan kerapuhan dan keberanian. Marissa Anita memberikan warna segar sebagai sahabatnya. Sementara Christine Hakim, sebagai dukun desa, memberikan penampilan yang kuat dan menakutkan.

Respon Penonton dan Kritikus

Impetigore mendapat sambutan positif, baik di Indonesia maupun mancanegara.

  • Di Indonesia, film ini meraih lebih dari 1,7 juta penonton, menjadikannya salah satu film horor lokal terlaris pada 2019.
  • Di dunia internasional, film ini dipuji karena keberanian mengangkat horor dari mitologi lokal. Media luar negeri seperti Variety dan The Hollywood Reporter menilai Impetigore sebagai horor Asia yang unik dan segar.

Film ini juga diputar di berbagai festival film internasional, seperti:

  • Sundance Film Festival 2020 (premiere)
  • International Film Festival Rotterdam
  • Sitges Film Festival

Penghargaan dan Prestasi

Impetigore mencatat prestasi luar biasa di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2020 dengan mencetak sejarah: memperoleh 17 nominasi Piala Citra, terbanyak sepanjang sejarah FFI hingga saat itu. Dari jumlah tersebut, film ini memenangkan 6 Piala Citra, termasuk kategori bergengsi Film Terbaik.

Selain itu, film ini juga menjadi salah satu karya yang membuka jalan horor Indonesia ke kancah global, memperkuat reputasi Joko Anwar sebagai salah satu sutradara horor papan atas Asia.


Analisis Tema dan Simbolisme

Di balik terornya, Impetigore juga memuat tema-tema mendalam:

  1. Trauma dan Dosa Turun-temurun
    Kutukan desa melambangkan bagaimana dosa generasi sebelumnya bisa menghantui anak cucu. Maya, tanpa salah apapun, tetap terjebak dalam dosa masa lalu keluarganya.
  2. Kepercayaan pada Ritual dan Dukun
    Film ini menyoroti bagaimana masyarakat desa bergantung pada ritual gaib untuk menjelaskan tragedi hidup. Kritik halus ditujukan pada kepercayaan buta terhadap kekuatan supranatural.
  3. Perempuan sebagai Korban dan Pelawan
    Maya menjadi pusat cerita, menggambarkan perempuan yang berusaha keluar dari lingkaran kutukan dan kekerasan patriarkal. Namun, ironi tetap ada: perempuan juga digambarkan sebagai pelaku, seperti tokoh dukun yang diperankan Christine Hakim.
  4. Tubuh sebagai Simbol Kutukan
    Bayi yang lahir tanpa kulit adalah gambaran ekstrem tentang penderitaan kolektif akibat dosa masa lalu. Tubuh menjadi medium horor sekaligus metafora penderitaan sosial.

Posisi dalam Perfilman Horor Indonesia

Impetigore menempati posisi penting dalam peta horor Indonesia:

  • Melanjutkan Tradisi Joko Anwar: Setelah sukses dengan Pengabdi Setan (2017), Impetigore mempertegas reputasinya sebagai sutradara horor berbasis budaya.
  • Horor dengan Identitas Lokal: Film ini membuktikan bahwa kisah lokal bisa berbicara di panggung internasional.
  • Meningkatkan Standar Produksi: Dari sinematografi, tata artistik, hingga musik oleh Tony Merle, semuanya menghadirkan kualitas kelas dunia.

Warisan dan Relevansi

Impetigore bukan sekadar film horor, melainkan karya yang mengangkat horor Indonesia ke ranah global. Hingga kini, film ini sering dijadikan rujukan ketika membicarakan horor Asia modern.

Bagi perfilman Indonesia, Impetigore membuka peluang lebih luas untuk film-film lain menembus festival internasional. Bagi penonton lokal, film ini memperlihatkan bahwa horor bisa tetap menghibur sambil mengangkat budaya dan persoalan sosial.


Kesimpulan

Impetigore (Perempuan Tanah Jahanam, 2019) adalah film horor yang berhasil menggabungkan mitos lokal, trauma keluarga, dan kekerasan visual menjadi pengalaman sinema yang mencekam sekaligus bermakna. Dengan keberanian mengangkat kisah desa angker, kutukan turun-temurun, dan kepercayaan mistis, Joko Anwar menghadirkan horor yang bukan hanya menakutkan, tetapi juga kaya makna.

Kesuksesan film ini di dalam dan luar negeri membuktikan bahwa horor Indonesia memiliki identitas kuat dan daya tarik universal. Impetigore adalah tonggak penting dalam perjalanan sinema horor Indonesia, sekaligus karya yang menegaskan bahwa kisah dari tanah air bisa mengguncang panggung dunia.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *